ABSTRAK
RIZKI AFANDI : 18210981
IKLAN DALAM ETIKA DAN
ESTETIKA
Penulisan.
Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2013
Kata
Kunci : Iklan,
Etika, Estetika, Penulisan
Penulisan yang berjudul “Iklan Dalam
Etika dan Estetika “ ini membahas tentang bagaimana
seharusnya produsen mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen
dilihat dari sisi kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen. Makalah
ini dilatarbelakangi oleh penerapan etika dan estetika dalam iklan yang
dilakukan sebuah perusahaan untuk menarik perhatian konsumen. Metode penulisan
ini dengan cara mengumpulkan berbagai informasi yang dari sumber-sumber yang
terdapat di internet. Berdasarkan pencarian penulis di internet ternyata ada
beberapa prinsip dan tanggung jawab moral yang harus dilakukan perusahaan dalam
membuat sebuah iklan. Dalam penulisan ini dapat disimpulkan bahwa Dalam periklanan kita tidak dapat
lepas dari etika. Dimana di dalam iklan itu sendiri mencakup pokok-pokok
bahasan yang menyangkut reaksi kritis masyarakat Indonesia tentang iklan yang
dapat dipandang sebagai kasus etika periklanan. Sebuah perusahaan harus
memperhatikan etika dan estetika dalam sebuah iklan dan terus memperhatikan
hak-hak konsumen. Dalam penulisan ini saran yang diberikan
yaitu perlu adanya kontrol tepat yang
dapat mengimbangi kerawanan tersebut sehingga tidak merugikan konsumen. Sebuah
perusahaan harus memperhatikan kepentingan dan hak – hak konsumen, dan tidak
hanya memikirkan keuntungan semata.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam dunia bisnis, iklan merupakan satu kekuatan yang dapat digunakan
untuk menarik konsumen sebanyak-banyaknya. Penekanan utama iklan adalah akses
informasi dan promosi dari pihak produsen kepada konsumen. Sebagai media, baik
yang berupa visual atau oral, iklan jenis punya tendensi untuk mempengaruhi
khalayak umum untuk mencapai target keuntungan.
Iklan pada hakikatnya merupakan salah satu strategi pemasaran yang
dimaksudkan untuk mendekatkan barang yang hendak dijual kepada konsumen, dengan
kata lain mendekatkan konsumen dengan produsen. Sasaran akhir seluruh kegiatan
bisnis adalah agar barang yang telah dihasilkan bisa dijual kepada konsumen.
Secara positif iklan adalah suatu metode yang digunakan untuk memungkinkan
barang dapat dijual kepada konsumen.
Hampir
setiap hari kita dibanjiri oleh iklan yang disajikan media-media massa, baik
cetak maupun elektronik. Akibatnya seakan-akan upaya pemenuhan kebutuhan hidup
sehari-hari untuk sebagian besarnya dikondisikan oleh iklan. Memang, inilah
sebenarnya peran yang diemban oleh iklan, yakni sebagai kekuatan ekonomi dan
sosial yang menginformasikan konsumen perihal produk-produk barang dan jasa
yang bisa dijadikan sebagai pemuas kebutuhan. Masalah moral dalam iklan muncul
ketika iklan kehilangan nila-nilai normatifnya dan menjadi semata-mata bersifat
propaganda barang dan jasa demi profit yang semakin tingi dari para produsen
barang dan jasa maupun penyedia jasa iklan.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penulisan ini
adalah bagaimana seharusnya produsen mempromosikan suatu produk barang
atau jasa kepada konsumen dilihat dari sisi kepentingan perusahaan dan hak-hak
konsumen.
1.3 Batasan masalah
Batasan masalah penulisan ini adalah
hanya terbatas membahas bagaimana seharusnya produsen
mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen dilihat dari sisi
kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen.
1.4 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini yaitu untuk
mengetahui bagaimana seharusnya produsen mempromosikan suatu
produk barang atau jasa kepada konsumen dilihat dari sisi kepentingan
perusahaan dan hak-hak konsumen.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Etika
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno.
Bentuk tunggal kata 'etika' yaitu ethossedangkan
bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat
tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak,
perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan
arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti
dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk
menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa
dilakukanatau ilmu tentang
adat kebiasaan (K.Bertens,
2000).
K.
Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik dibalik,
karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan
susunannya menjadi seperti berikut :
1.
nilai
dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah
lakunya. Misalnya, jika orang berbicara tentang etika orang Jawa,
etika agama Budha, etika Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika
di sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem
nilai ini bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf
sosial.
2.
kumpulan
asas atau nilai moral. Yang
dimaksud di sini adalah kode
etik. Contoh :
Kode Etik Jurnalistik
3.
ilmu
tentang yang baik atau buruk.
2.2
Pengertian Iklan
Menurut Thomas M. Garret, SJ, iklan dipahami sebagai
aktivitas-aktivitas yang lewatnya pesan-pesan visual atau oral disampaikan
kepada khalayak dengan maksud menginformasikan atau memengaruhi mereka untuk
membeli barang dan jasa yang diproduksi, atau untuk melakukan tindakan-tindakan
ekonomi secara positif terhadap idea-idea, institusi-institusi tau
pribadi-pribadi yang terlibat di dalam iklan tersebut. Untuk membuat konsumen tertarik, iklan
harus dibuat menarik bahkan kadang dramatis. Tapi iklan tidak diterima oleh
target tertentu (langsung). Iklan dikomunikasikan kepada khalayak luas (melalui
media massa komunikasi iklan akan diterima oleh semua orang: semua usia,
golongan, suku, dsb). Sehingga iklan harus memiliki etika, baik moral maupun
bisnis.
Keuntungan dari adanya iklan yaitu :
-
Adanya
informasi kepada konsumer akan keberadaan suatu produk dan “kemampuan” produk
tersebut. Dengan demikian konsumer mempunyai hak untuk memilih produk yang
terbaik sesuai dengan kebutuhannya.
-
Adanya
kompetisi sehingga dapat menekan harga jual produk kepada konsumen. Tanpa
adanya iklan, berarti produk akan dijual dengan cara eksklusif
(kompetisisi sangat minimal) dan produsen bisa sangat berkuasa dalam
menentukan harga jualnya.
-
Memberikan
subsidi kepada media-massa sehingga masyarakat bisa menikmati media-massa
dengan biaya rendah. Hampir seluruh media-massa “hidup” dari iklan (bukan dari
penghasilannya atas distribusi media tersebut). Munculnya media-media gratis
memperkuat fakta bahwa mereka bisa mencetak dan mendistribusikan media tersebut
karena adanya penghasilan dari iklan.
2.3 Pengertian Konsumen dan
Hak Konsumen
Konsumen adalah setiap orang
pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan.
Hak – hak konsumen antara lain
:
-
Hak
atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau
jasa.
-
Hak
untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
-
Hak
atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa.
-
Hak
untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
-
Hak
untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut.
-
Hak
untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
-
Hak
untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
-
Hak
untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya.
-
Hak-hak
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
BAB III
METODE PENULISAN
Pada penulisan
ini, informasi yang didapatkan oleh penulis bersumber dari internet yang
berkaitan dengan etika bisnis agar rumusan dan tujuan penulisan ini dapat
terjawab. Data dalam penulisan ini mengunakan data sekunder. Dimana pengertian
Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari
berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder
dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku,
laporan, jurnal, dan lain-lain.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Fungsi Iklan Sebagai Pemberi
Informasi dan Pembentuk Opini
A. Fungsi
Periklanan
Iklan
dilukiskan sebagai komuniskasi antara produsen dan pasar, antara penjual dan
calon pembeli. Dalam proses komunikasi iklan menyampaikan sebuah “pesan”.
Dengan demikian kita mendapat kesan bahwa periklanan terutama bermaksud memberi
informasi. Tujuan terpenting adalah memperiklankan produk/jasa.
Fungsi
iklan dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu berfungsi memberi informasi dan
membentuk opini (pendapat umum).
a. Iklan
berfungsi sebagai pemberi informasi
Pada
fungsi ini, iklan merupakan media untuk menyampaikan informasi yang sebenarnya
kepada masyarakat tentang produk yang akan atau sedang ditawarkan di pasar.
Pada fungsi ini, iklan memberikan dan menggambarkan seluruh kenyataan serinci
mungkin tentang suatu produk. Tujuannya agar calon konsumen dapat mengetahui
dengan baik produk itu, sehingga akhirnya memutuskan untuk membeli produk
tersebut.
b. Iklan
berfungsi sebagai pembentuk opini (pendapat umum)
Pada
fungsi ini, iklan mirip dengan fungsi propaganda politik yang berupaya
mempengaruhi massa pemilih. Dengan kata lain, iklan berfungsi menarik dan
mempengaruhi calon konsumen untuk membeli produk yang diiklankan. Caranya
dengan menampilkan model iklan yang persuasif, manipulatif, tendensus dengan
maksud menggiring konsumen untuk membeli produk. Secara etis, iklan manipulatif
jelas dilarang, karena memanipulasi manusia dan merugikan pihak lain.
4.2. Beberapa Persoalan Etis Periklanan
a. Merongrong ekonomi dan
kebebasan manusia.
b. Menciptakan kebutuhan
manusia dengan akibat manusia modern menjadi konsumtif.
c. Membentuk dan menentukan
identitas dan citra manusia modern.
d. Merongrong rasa keadilan sosial
masyarakat.
Dari
persoalan diatas, beberapa prinsip yang kiranya perlu diperhatikan dalam iklan,
sebagai berikut :
a. Iklan
tidak boleh menyampaikan informasi yang palsu dengan maksud memperdaya
konsumen.
b. Iklan
wajib menyampaikan semua informasi tentang produk tertentu, khususnya menyangkut
keamanan dan keselamatan manusia.
c. Iklan
tidak boleh mengarah pada pemaksaan khususnya secara kasar dan terang-terangan.
d. Iklan
tidak boleh mengarah pada tindakan yang bertentangan dengan moralitas.
4.3
Makna Etika dan Estetika Dalam Iklan
Fungsi
iklan pada akhirnya membentuk citra sebuah produk dan perusahaan di mata
masyarakat. Citra ini terbentuk oleh kesesuaian antara kenyataan sebuah produk
yang diiklankan dengan informasi yang disampaikan dalam iklan. Prinsip etika
bisnis yang paling relevan dalam hal ini adalah nilai kejujuran. Dengan
demikian, iklan yang membuat pernyataan salah atau tidak benar dengan maksud
memperdaya konsumen adalah sebuah tipuan.
Ciri-ciri
iklan yang baik :
-
Etis:
berkaitan dengan kepantasan.
-
Estetis:
berkaitan dengan kelayakan (target market, target audiennya, kapan harus
ditayangkan?).
-
Artistik:
bernilai seni sehingga mengundang daya tarik khalayak.
Contoh
Penerapan Etika dalam Periklanan :
-
Iklan
rokok: Tidak menampakkan secara eksplisit orang merokok.
-
Iklan
pembalut wanita: Tidak memperlihatkan secara realistis dengan memperlihatkan
daerah kepribadian wanita tersebut.
-
Iklan
sabun mandi: Tidak dengan memperlihatkan orang mandi secara utuh.
Etika
secara umum :
-
Jujur
: tidak memuat konten yang tidak sesuai dengan kondisi produk
-
Tidak
memicu konflik SARA
-
Tidak
mengandung pornografi
-
Tidak
bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
-
Tidak
melanggar etika bisnis, contoh: saling menjatuhkan produk tertentu dan
sebagainya.
-
Tidak
plagiat.
4.4 Kebebasan Konsumen
Iklan merupakan suatu aspek pemasaran yang
penting, sebab iklan menentukan hubungan antara produsen dengan konsumen.
Secara konkrit, iklan menentukan pula hubungan penawaran dan permintaan antara
produsen dan pembeli, yang pada gilirannya ikut pula menentukan harga barang
yang dijual dalam pasar.
Kode etik
periklanan tentu saja sangat diharapkan untuk membatasi pengaruh iklan ini.
Akan tetapi, perumusan kode etik ini harus melibatkan berbagai pihak, yang
antara lain: ahli etika, konsumen (lembaga konsumen), ahli hukum, pengusaha,
pemerintah, tokoh agama, dan tokoh masyarakat tertentu, tanpa harus merampas
kemandirian profesi periklanan. Yang juga penting adalah bahwa profesi
periklanan dan organisasi profesi periklanan perlu benar-benar mempunyai
komitmen moral untuk mewujudkan iklan yang baik bagi masyarakat. Namun, jika
ini tidak memadai, kita membutuhkan perangkat legal politis dalam bentuk aturan
perundang-undangan tentang periklanan beserta sikap tegas tanpa kompromi dari
pemerintah melalui departemen terkait untuk menegakkan dan menjamin iklan yang
baik bagi masyarakat.
4.5 Prinsip
Moral yang Perlu dalam Iklan
-
Prinsip Kejujuran
Prinsip ini berhubungan
dengan kenyataan bahwa bahasa penyimbol iklan seringkali dilebih-lebihkan,
sehingga bukannya menyajikan informasi mengenai persediaan barang dan jasa yang
dibutuhkan oleh konsumen, tetapi mempengaruhi bahkan menciptakan kebutuhan
baru. Maka yang ditekankan di sini adalah bahwa isi iklan yang dikomunikasikan
haruslah sungguh-sungguh menyatakan realitas sebenarnya dari produksi barang
dan jasa. Sementara yang dihindari di sini, sebagai konsekuensi logis, adalah
upaya manipulasi dengan motif apa pun juga.
-
Prinsip Martabat Manusia sebagai Pribadi
Bahwa iklan semestinya
menghormati martabat manusia sebagai pribadi semakin ditegaskan dewasa ini
sebagai semacam tuntutn imperatif (imperative requirement). Iklan
semestinya menghormati hak dan tanggung jawab setiap orang dalam memilih secara
bertanggung jawab barang dan jasa yang ia butuhkan. Ini berhubungan dengan
dimensi kebebasan yang justeru menjadi salah satu sifat hakiki dari martabat
manusia sebagai pribadi. Maka berhadapan dengan iklan yang dikemas secanggih
apa pun, setiap orang seharusnya bisa dengan bebas dan bertanggung jawab
memilih untuk memenuhi kebutuhannya atau tidak.
Yang banyak kali
terjadi adalah manusia seakan-akan dideterminir untuk memilih barang dan jasa
yang diiklankan, hal yang membuat manusia jatuh ke dalam sebuah keniscayaan
pilihan. Keadaan ini bisa terjadi karena kebanyakan iklan dewasa ini dikemas
sebegitu rupa sehingga menyaksikan, mendengar atau membacanya segera
membangkitkan “nafsu” untuk memiliki barang dan jasa yang ditawarkan (lust),
kebanggaan bahwa memiliki barang dan jasa tertentu menentukan status sosial
dalam masyarkat, dll.
-
Iklan dan
Tanggung Jawab Sosial
Meskipun
sudah dikritik di atas, bahwa iklan harus menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru
karena perananya yang utama selaku media informasi mengenai kelangkaan barang
dan jasa yang dibutuhkan manusia, namun dalam kenyataannya sulit dihindari
bahwa iklan meningkatkan konsumsi masyarakat. Artinya bahwa karena iklan
manusia “menumpuk” barang dan jasa pemuas kebutuhan yang sebenarnya bukan
merupakan kebutuhan primer. Penumpukan barang dan jasa pada orang atau golongan
masyarkat tertentu ini disebut sebagai surplus barang dan jasa pemuas
kebutuhan. Menyedihkan bahwa surplus ini hanya dialami oleh sebagai kecil
masyarakat. Bahwa sebagian kecil masyarakat ini, meskipun sudah hidup dalam
kelimpahan, toh terus memperluas batasa kebutuhan dasarnya, sementara mayoritas
masyarakat hidup dalam kemiskinan.
Di
sinilah kemudian dikembangkan ide solidaritas sebagai salah satu bentuk
tanggung jawab sosial dari iklan. Berhadapan dengan surplus barang dan jasa
pemuas kebutuhan manusia, dua hal berikut pantas dipraktekkan. Pertama, surplus barang dan
jasa seharusnya disumbangkan sebagai derma kepada orang miskin atau
lembaga/institusi sosial yang berkarya untuk kebaikan masyarakat pada umumnya
(gereja, mesjid, rumah sakit, sekolah, panti asuhan, dll). Tindakan karitatif
semacam ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa kehidupan cultural masyarakat
akan semakin berkembang.Kedua, menghidupi secara seimbang pemenuhan
kebutuhan fisik, biologis, psikologis, dan spiritual dengan perhatian akan
kebutuhan masyarakat pada umumnya. Perhatian terhadap hal terakhir ini bisa
diwujudnyatakan lewat kesadaran membayar pajak ataupun dalam bentuk
investasi-investasi, yang tujuan utamanya adalah kesejahteraan sebagian besar
masyarakat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Dalam
periklanan kita tidak dapat lepas dari etika. Dimana di dalam iklan itu sendiri
mencakup pokok-pokok bahasan yang menyangkut reaksi kritis masyarakat Indonesia
tentang iklan yang dapat dipandang sebagai kasus etika periklanan. Sebuah
perusahaan harus memperhatikan etika dan estetika dalam sebuah iklan dan terus
memperhatikan hak-hak konsumen.
5.2 Saran
Dalam penulisan ini penulis memberikan
saran yaitu dalam
bisnis periklanan perlulah adanya kontrol tepat yang dapat mengimbangi
kerawanan tersebut sehingga tidak merugikan konsumen. Sebuah perusahaan harus
memperhatikan kepentingan dan hak – hak konsumen, dan tidak hanya memikirkan
keuntungan semata.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar