Sejarah Batik
Batik adalah salah satu cara pembuatan bahan
pakaian. Selain itu batik bisa mengacu pada dua hal. Yang pertama adalah teknik
pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian
dari kain. Dalam literatur
internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-resist dyeing. Pengertian
kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk
penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan. Batik Indonesia,
sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif
dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan
sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi
(Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober, 2009.[1]
Etimologi
Kata
"batik" berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa: "amba", yang
bermakna "menulis" dan "titik" yang bermakna "titik"
Sejarah teknik
batik
Tekstil batik dari Niya
(Cekungan
Tarim), Tiongkok
Detail
ukiran kain yang dikenakan Prajnaparamita,
arca yang berasal dari Jawa Timur abad ke-13. Ukiran pola lingkaran dipenuhi
kembang dan sulur tanaman yang rumit ini mirip dengan pola batik tradisional
Jawa.
Seni
pewarnaan kain dengan teknik perintang pewarnaan menggunakan malam adalah salah satu bentuk seni kuno.
Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa teknik ini telah
dikenal semenjak abad ke-4 SM, dengan diketemukannya kain pembungkus mumi
yang juga dilapisi malam untuk membentuk pola. Di Asia,
teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkok semasa Dinasti T'ang (618-907) serta di India
dan Jepang semasa Periode Nara (645-794). Di Afrika, teknik seperti batik dikenal oleh Suku
Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof
di Senegal.[2]. Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada
semenjak zaman Majapahit, dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal
abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad XX
dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an.[3]
Walaupun
kata "batik" berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa
sendiri tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini
kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7. [2]Di sisi lain, J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A.
Sutjipto (arkeolog Indonesia) percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari
daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua.
Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh
Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi kuna membuat batik.[4]
G.P.
Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad
ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola
seperti ini hanya bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa
canting ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu.[4] Detil ukiran kain yang menyerupai
pola batik dikenakan oleh Prajnaparamita,
arca dewi kebijaksanaan buddhis dari Jawa Timur abad ke-13. Detil pakaian
menampilkan pola sulur tumbuhan dan kembang-kembang rumit yang mirip dengan
pola batik tradisional Jawa yang dapat ditemukan kini. Hal ini menunjukkan
bahwa membuat pola batik yang rumit yang hanya dapat dibuat dengan canting
telah dikenal di Jawa sejak abad ke-13 atau bahkan lebih awal.
Legenda
dalam literatur Melayu abad
ke-17, Sulalatus Salatin
menceritakan Laksamana
Hang Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar ke India
agar mendapatkan 140 lembar kain serasah dengan pola 40 jenis bunga pada
setiap lembarnya. Karena tidak mampu memenuhi perintah itu, dia membuat sendiri
kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam dalam perjalanan pulang dan hanya
mampu membawa empat lembar sehingga membuat sang Sultan kecewa.[5]
Oleh beberapa penafsir,who? serasah itu ditafsirkan sebagai
batik.
Dalam
literatur Eropa, teknik batik ini pertama kali diceritakan dalam buku History of Java
(London, 1817) tulisan Sir Thomas Stamford
Raffles. Ia pernah menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada 1873
seorang saudagar Belanda Van
Rijekevorsel memberikan selembar batik yang diperolehnya saat
berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik di Rotterdam dan pada awal abad ke-19 itulah
batik mulai mencapai masa keemasannya. Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris
pada tahun 1900, batik Indonesia memukau publik dan seniman.[2]
Semenjak
industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik otomatisasi, batik
jenis baru muncul, dikenal sebagai batik cap dan batik cetak, sementara batik
tradisional yang diproduksi dengan teknik tulisan tangan menggunakan canting
dan malam disebut batik tulis. Pada saat yang sama imigran dari Indonesia ke Persekutuan
Malaya juga membawa batik bersama mereka.
Budaya batik
Pahlawan wanita R.A. Kartini dan suaminya memakai rok
batik. Batik motif parang yang dipakai Kartini adalah pola untuk para bangsawan
Batik
adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari
budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa pada
masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata
pencaharian, sehingga pada masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan
eksklusif perempuan sampai ditemukannya "Batik Cap" yang memungkinkan
masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena
ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat
pada corak "Mega Mendung", dimana di beberapa daerah pesisir
pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki.
Tradisi
membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang
kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa
motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini,
beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta.
Batik Cirebon bermotif mahluk laut
Batik
merupakan warisan nenek moyang Indonesia ( Jawa ) yang sampai saat ini masih
ada. Batik juga pertama kali diperkenalkan kepada dunia oleh Presiden Soeharto,
yang pada waktu itu memakai batik pada Konferensi PBB.
Batik dipakai untuk membungkus seluruh tubuh
oleh penari Tari Bedhoyo
Ketawang di keraton jawa.
Corak batik
Ragam
corak dan warna Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik
memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa corak hanya boleh
dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik pesisir menyerap berbagai pengaruh
luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhirnya, para penjajah.
Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh Tionghoa, yang juga memopulerkan corak phoenix.
Bangsa penjajah Eropa juga mengambil minat kepada batik, dan hasilnya adalah
corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti bunga tulip) dan juga
benda-benda yang dibawa oleh penjajah (gedung atau kereta kuda), termasuk juga
warna-warna kesukaan mereka seperti warna biru. Batik tradisonal tetap
mempertahankan coraknya, dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena
biasanya masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing.
Cara pembuatan
Semula
batik dibuat di atas bahan dengan warna putih yang terbuat dari kapas
yang dinamakan kain mori. Dewasa
ini batik juga dibuat di atas bahan lain seperti sutera, poliester, rayon
dan bahan sintetis lainnya. Motif batik dibentuk
dengan cairan lilin dengan menggunakan alat yang
dinamakan canting untuk motif halus, atau kuas untuk
motif berukuran besar, sehingga cairan lilin meresap ke dalam serat kain. Kain
yang telah dilukis dengan lilin kemudian dicelup dengan warna
yang diinginkan, biasanya dimulai dari warna-warna muda. Pencelupan kemudian
dilakukan untuk motif lain dengan warna lebih tua atau gelap. Setelah beberapa
kali proses pewarnaan, kain yang telah dibatik dicelupkan ke dalam bahan kimia
untuk melarutkan lilin.
Jenis batik
Pembuatan batik cap
Menurut teknik
- Batik tulis adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik menggunakan tangan. Pembuatan batik jenis ini memakan waktu kurang lebih 2-3 bulan.
- Batik cap adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik yang dibentuk dengan cap ( biasanya terbuat dari tembaga). Proses pembuatan batik jenis ini membutuhkan waktu kurang lebih 2-3 hari.
- Batik lukis adalah proses pembuatan batik dengan cara langsung melukis pada kain putih.
Menurut asal
pembuatan
Batik Jawa
batik
Jawa adalah sebuah warisan kesenian budaya orang Indonesia, khususnya daerah
Jawa yang dikuasai orang Jawa dari turun temurun. Batik Jawa mempunyai
motif-motif yang berbeda-beda. Perbedaan motif ini biasa terjadi dikarnakan
motif-motif itu mempunyai makna, maksudnya bukan hanya sebuah gambar akan
tetapi mengandung makna yang mereka dapat dari leluhur mereka, yaitu penganut
agama animisme, dinamisme atau Hindu dan Buddha. Batik jawa banyak berkembang
di daerah Solo atau yang biasa disebut dengan batik Solo.
Motif Batik
Batik Tiga
Negeri
Batik Jawa
Hokokai 1942-1945
Batik Buketan
asal Pekalongan dengan desain pengaruh Eropa
Batik Buketan
Batik Lasem
Berdasarkan
daerah asal
- Batik Bali
- Batik Banyumas
- Batik Madura
- Batik Malang
- Batik Pekalongan
- Batik Solo
- Batik Tasik
- Batik Aceh
- Batik Cirebon
- Batik Jombang
- Batik Banten
- Batik Tulungagung
- Batik Kediri
- Batik Kudus
- Batik Jepara / Batik Kartini
- Batik Brebes
- Batik Minangkabau
- Batik Belanda
- Batik Jepang
Berdasarkan
corak
- Batik Kraton
- Batik Sudagaran
- Batik Cuwiri
- Batik Petani
- Batik Tambal
- Batik Sida Mukti
- Batik Sekar Jagad
- Batik Pringgondani
- Batik Kawung
- Batik Sida Luhur
- Batik Sida Asih
- Batik Semen Rama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar