ABSTRAK
RIZKI AFANDI : 18210981
MORALITAS KORUPTOR
Penulisan. Jurusan
Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2013
Kata Kunci
: Moralitas, Koruptor,
Penulisan
Penulisan
yang berjudul “Moralitas Koruptor “ ini membahas tentang membahas mengapa
korupsi bisa terjadi, bagaimana dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnis, dan siapa yang harus bertanggungjawab.
Makalah ini dilatarbelakangi oleh maraknya tindakan korupsi terutama dalam
bidang bisnis. Metode penulisan ini dengan cara mengumpulkan berbagai informasi
yang dari sumber-sumber yang terdapat di internet. Berdasarkan pencarian
penulis di internet ternyata ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan
seseorang melakukan korupsi dan dampak yang diakibatkan korupsi dalam dunia
bisnis. Dalam penulisan ini dapat disimpulkan bahwa dampak korupsi dalam bidang bisnis
diantaranya akan membebankan perusahaan seperti adanya
High Cost sehingga hal tersebut berpengaruh pula pada harga dari sebuah produk
barang atau jasa yang dihasilkan. Dalam penulisan ini saran yang diberikan
yaitu perlu adanya peningkatan moral dari
tiap individu sehingga tidak hanya mementingkan kepentingan masing-masing namun
juga mempertimbangkan kepentingan perusahaan dengan segala aspeknya.
Peningkatan moral bisa dilakukan sejak dini dengan pendidikan anti korupsi
sejak kecil dan mencoba untuk tidak melakukan korupsi dalam hal-hal kecil.
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan
dan keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu
proses perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat.
Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor,
yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-orang yang terlibatsejak dari
perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantaradua faktor
tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya.Indonesia merupakan salah
satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya
alamnya. Tetapi ironisnya, negaratercinta ini dibandingkan dengan negara lain
di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk
negara yang miskin.Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah rendahnya
kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan
atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya.
Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara
menyebabkan terjadinya korupsi.
Permasalahan
korupsi yang melanda negeri ini bagaikan sebuah penyakit yang tidak akan pernah
sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh media seolah-olah
merepresentasikan jati diri bangsa yang dapat dilihat dari budaya korupsi yang
telah menjadi hal yang biasa bagi semua kalangan, mulai dari bawah hingga kaum
elite. Tindak pidana korupsi di Indonesia hingga saat ini masih menjadi salah
satu penyebab terpuruknya sistem perekonomian bangsa. Hal ini disebabkan karena
korupsi di Indonesia terjadi secara sistemik dan meluas sehingga bukan saja
merugikan kondisi keuangan negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial
dan ekonomi masyarakat secara luas. Atas dasar tersebut penulis akan membahas
mengenai korupsi di Indonesia terutama yang berkaitan dengan moralitas
koruptor.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penulisan ini
adalah :
1. Mengapa
korupsi bisa terjadi ?
2. Bagaimana
dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnis ?
3. Siapa yang harus bertanggungjawab
?
1.3 Batasan masalah
Batasan masalah penulisan ini adalah hanya terbatas membahas
mengapa
korupsi bisa terjadi, bagaimana dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnis, dan siapa yang harus bertanggungjawab.
1.4 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini yaitu untuk mengetahui membahas mengapa
korupsi bisa terjadi, bagaimana dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnis, dan siapa yang harus bertanggungjawab.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1 Pengertian Korupsi
Korupsi berasal dari kata latin Corrumpere, Corruptio, atau
Corruptus. Arti harfiah dari kata tersebut adalah penyimpangan dari kesucian
(Profanity), tindakan tak bermoral, kebejatan, kebusukan, kerusakan,
ketidakjujuran atau kecurangan. Dengan demikian korupsi memiliki konotasi
adanya tindakan-tindakan hina, fitnah atau hal-hal buruk lainnya. Bahasa Eropa
Barat kemudian mengadopsi kata ini dengan sedikit modifikasi; Inggris :
Corrupt, Corruption; Perancis : Corruption;
Belanda : Korruptie.
Dan akhirnya dari bahasa Belanda terdapat penyesuaian ke istilah Indonesia
menjadi : Korupsi.
Kumorotomo (1992 : 175), berpendapat bahwa “korupsi adalah
penyelewengan tanggung jawab kepada masyarakat, dan secara faktual korupsi
dapat berbentuk penggelapan, kecurangan atau manipulasi”. Lebih lanjut
Kumorotomo mengemukakan bahwa korupsi mempunyai karakteristik sebagai kejahatan
yang tidak mengandung kekerasan (non-violence) dengan melibatkan unsur-unsur
tipu muslihat (guile), ketidakjujuran (deceit) dan penyembunyian suatu
kenyataan (concealment).
Selain pengertian di atas, terdapat pula istilah-istilah yang
lebih merujuk kepada modus operandi tindakan korupsi. Istilah penyogokan
(graft), merujuk kepada pemberian hadiah atau upeti untuk maksud mempengaruhi
keputusan orang lain. Pemerasan (extortion), yang diartikan sebagai permintaan
setengah memaksa atas hadiah-hadiah tersebut dalam pelaksanaan tugas-tugas
Negara. Kecuali itu, ada istilah penggelapan (fraud), untuk menunjuk kepada
tindakan pejabat yang menggunakan dana publik yang mereka urus untuk
kepentingan diri sendiri sehingga harga yang harus dibayar oleh masyarakat
menjadi lebih mahal.
Dengan demikian, korupsi merupakan tindakan yang merugikan dalam
bidang apapun baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahkan ditinjau dari
berbagai aspek normatif, korupsi merupakan suatu penyimpangan atau pelanggaran.
Di mana norma soisal, norma hukum maupun norma etika pada umumnya secara tegas
menganggap korupsi sebagai tindakan yang buruk.
2.1.1 Jenis – Jenis Korupsi
Menurut UU. No. 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ada tiga puluh jenis tindakan yang bisa
dikategorikan sebagai tindak korupsi. Namun secara ringkas tindakan-tindakan
itu bisa dikelompokkan menjadi:
1. Kerugian keuntungan Negara
2. Suap-menyuap (istilah lain : sogokan atau pelicin)
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi (istilah lain : pemberian hadiah).
Selanjutnya Alatas dkk (Kumorotomo, 1992 :
192-193), mengemukakan ada tujuh jenis korupsi, yaitu :
1. Korupsi transaktif (transactive corruption)
Jenis korupsi ini disebabkan oleh adanya
kesepakatan timbal balik antara pihak pemberi dan pihak penerima demi
keuntungan kedua belah pihak dan secara aktif mereka mengusahakan keuntungan
tersebut.
2. Korupsi yang memeras (extortive corruption)
Pemerasan adalah korupsi di mana pihak
pemberi dipaksa menyerahkan uang suap untuk mencegah kerugian yang sedang
mengancam dirinya, kepentingannya atau sesuatu yang berharga baginya.
3. Korupsi defensif (defensive corruption)
Orang yang bertindak menyeleweng karena
jika tidak dilakukannya, urusan akan terhambat atau terhenti (perilaku korban
korupsi dengan pemerasan, jadi korupsinya dalam rangka mempertahankan diri).
4. Korupsi investif (investive corruption)
Pemberian barang atau jasa tanpa memperoleh
keuntungan tertentu, selain keuntungan yang masih dalam angan-angan atau yang
dibayangkan akan diperoleh di masa mendatang.
5. Korupsi perkerabatan atau nepotisme (nepotistic
corruption)
Jenis korupsi ini meliputi penunjukan
secara tidak sah terhadap Sanak-Saudara atau teman dekat untuk menduduki
jabatan dalam pemerintahan. Imbalan yang bertentangan dengan norma dan
peraturan itu mungkin dapat berupa uang, fasilitas khusus dan sebagainya.
6. Korupsi otogenik (autogenic corruption)
Bentuk korupsi yang tidak melibatkan orang lain dan pelakunya
hanya satu orang saja.
7. Korupsi dukungan (supportive corruption)
Korupsi yang dilakukan untuk melindungi
atau memperkuat korupsi yang sudah ada maupun yang akan dilaksanakan.
2.2
Pengertian Moralitas
Moralitas
(dari "cara, karakter, perilaku yang tepat" moralitas Latin) adalah
rasa melakukan perilaku yang membedakan niat, keputusan, dan tindakan antara
mereka yang baik (atau kanan) dan buruk (atau salah). Kode moral merupakan
sistem moralitas (misalnya, sesuai dengan filsafat tertentu, agama, budaya,
dll) dan moral adalah setiap praktek satu atau mengajar dalam kode moral.
Imoralitas adalah oposisi aktif untuk moralitas, sementara amoralitas yang
beragam didefinisikan sebagai ketidaksadaran, ketidakpedulian terhadap, atau
tidak percaya dalam setiap set standar moral atau prinsip. Menurut Oxford
Dictionary Inggris, moral kata pertama kali digunakan oleh Paus Gregorius Agung
dalam Moralitas karyanya dalam Kitab Ayub . Etika, di sisi lain, tradisional
dibagi ke sekolah-sekolah Aristoteles, Kant dan utilitarian. Etika kata tidak
pertama kali digunakan sampai sekitar tahun 1400-an. Dengan demikian, kita
dapat mengkategorikan moral sebagai kode perilaku yang berasal dari beberapa
sumber wahyu ilahi, sedangkan etika berasal dari hukum manusia atau sosial atau
kustom.
Moralitas
memiliki dua makna utama:
-
Dalam
"deskriptif" arti, moralitas mengacu pada nilai-nilai pribadi atau
budaya, kode etik atau adat-istiadat sosial yang membedakan antara benar dan
salah dalam masyarakat manusia. Menggambarkan moralitas dalam cara ini tidak
membuat klaim tentang apa yang secara objektif benar atau salah, tetapi hanya
mengacu pada apa yang dianggap benar atau salah oleh seorang individu atau
sekelompok orang (seperti agama). Rasa istilah ini ditangani oleh etika
deskriptif
-
Dalam arti yang
"normatif", moralitas merujuk langsung ke apa yang benar dan salah,
terlepas dari apa yang individu-individu tertentu berpikir. Hal ini dapat
didefinisikan sebagai perilaku orang yang ideal "moral" dalam situasi
tertentu. Ini penggunaan istilah itu dicirikan oleh "definitif"
pernyataan seperti "Orang itu adalah bertanggung jawab secara moral"
daripada pernyataan deskriptif seperti "Banyak orang percaya orang yang
bertanggung jawab secara moral." Ide-ide dieksplorasi dalam etika
normatif. Rasa normatif moralitas sering ditantang oleh nihilisme moral (yang
menolak keberadaan dari setiap kebenaran moral)dan didukung oleh realisme moral
(yang mendukung keberadaan kebenaran moral).
Etika
(juga dikenal sebagai filsafat moral) adalah cabang filsafat yang membahas
pertanyaan tentang moralitas. 'Etika'
adalah "umum digunakan bergantian dengan 'moralitas' berarti subjek
penelitian ini, dan kadang-kadang digunakan lebih sempit berarti
prinsip-prinsip moral, kelompok individu tradisi tertentu, atau." Demikian
juga , jenis tertentu dari teori-teori etika, etika terutama deontologis,
terkadang membedakan antara 'etika' dan 'moral': "Meskipun moralitas orang
dan etika mereka jumlah untuk hal yang sama, ada penggunaan yang membatasi
moralitas untuk sistem seperti yang dari Kant, didasarkan pada gagasan seperti
tugas, kewajiban, dan prinsip-prinsip perilaku, sisakan etika untuk pendekatan
yang lebih Aristotelian untuk penalaran praktis, didasarkan pada gagasan suatu
kebajikan, dan umumnya menghindari pemisahan "moral" pertimbangan
dari pertimbangan praktis lainnya.
BAB III
METODE PENULISAN
Pada penulisan ini, informasi yang didapatkan oleh penulis
bersumber dari internet yang berkaitan dengan etika bisnis agar rumusan dan
tujuan penulisan ini dapat terjawab. Data dalam penulisan ini mengunakan data
sekunder. Dimana pengertian Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau
dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai
tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro
Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal, dan lain-lain.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1
Penyebab Terjadinya Korupsi
Korupsi dapat terjadi karena
beberapa factor yang mempengaruhi pelaku korupsi itu sendiri atau yang biasa
kita sebut koruptor. Adapun sebab-sebabnya, antara lain:
1.
Klasik
a.
Ketiadaan
dan kelemahan pemimpin. Ketidakmampuan pemimpin untuk menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya, merupakan peluang bawahan melakukan korupsi. Pemimpin yang
bodoh tidak mungkin mampu melakukan kontrol manajemen lembaganya.kelemahan
pemimpin ini juga termasuk ke leader shipan, artinya, seorang pemimpin yang
tidak memiliki karisma, akan mudah dipermainkan anak buahnya. Leadership
dibutuhkan untuk menumbuhkan rasa takut,ewuh poakewuhdi kalangan staf untuk
melakukan penyimpangan.
b.
Kelemahan
pengajaran dan etika. Hal ini terkait dengan system pendidikan dan substansi
pengajaran yang diberikan. Pola pengajaran etika dan moral lebih ditekankan
pada pemahaman teoritis, tanpa disertai dengan bentuk-bentuk
pengimplementasiannya.
c.
Kolonialisme
dan penjajahan. Penjajah telah menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang
tergantung, lebih memilih pasrah daripadaberusaha dan senantiasa menempatkan
diri sebagai bawahan.Sementara, dalam pengembangan usaha, mereka lebih
cenderung berlindung di balik kekuasaan (penjajah) dengan melakukan kolusidan
nepotisme. Sifat dan kepribadian inilah yang menyebabkan munculnya
kecenderungan sebagian orang melakukan korupsi.
d.
Rendahnya
pendidikan. Masalah ini sering pula sebagai penyebab timbulnya korupsi.
Minimnya ketrampilan, skill, dan kemampuan membuka peluang usaha adalah wujud
rendahnya pendidikan. Dengan berbagai keterbatasan itulah mereka berupaya
mencsri peluang dengan menggunakan kedudukannya untuk memperoleh keuntungan
yangbesar. Yang dimaksud rendahnya pendidikan di sini adalah komitmen terhadap
pendidikan yang dimiliki. Karena pada kenyataannya koruptor
rata-rata memiliki tingkat pendidikan yang memadai,kemampuan, dan skill.
e.
Kemiskinan.
Keinginan yang berlebihan tanpa disertai instropeksi diriatas kemampuan dan
modal yang dimiliki mengantarkan seseorang cenderung melakukan apa saja yang
dapat mengangkat derajatnya.Atas keinginannya yang berlebihan ini, orang akan
menggunakan kesempatan untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya.
f.
Tidak
adanya hukuman yang keras, seperti hukuman mati, seumur hidup atau di buang ke
Pulau Nusa kambangan. Hukuman seperti itulah yang diperlukan untuk menuntaskan
tindak korupsi.
g.
Kelangkaan
lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi.
2.
Moderna
a.
Rendahnya
Sumber Daya Manusia.Penyebab korupsi yang tergolong modern itu sebagai akibat rendahnya
sumber daya manusia. Kelemahan SDM ada empat komponen, sebagai berikut:
-
Bagian
kepala, yakni menyangkut kemampuan seseorang menguasai permasalahan yang
berkaitan dengan sains dan knowledge.
-
Bagian
hati, menyangkut komitmen moral masing-masing komponen bangsa, baik dirinya
maupun untuk kepentingan bangsa dan negara, kepentingan dunia usaha, dan
kepentingan seluruh umat manusia.komitmen mengandung tanggung jawab untuk
melakukan sesuatu hanya yang terbaik dan menguntungkan semua pihak.
-
Aspek
skill atau keterampilan, yakni kemampuan seseorang dalam menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya.
-
Fisik
atau kesehatan. Ini menyangkut kemanpuan seseorang mengemban tanggung jawab
yang diberikan. Betapa pun memiliki kemampuan dan komitmen tinggi, tetapi bila
tidak ditunjang dengan kesehatan yang prima, tidak mungkin standar dalam
mencapai tujuann
b.
Struktur
Ekonomi Pada masa lalu struktur ekonomi yang terkait dengan kebijakan ekonomi
dan pengembangannya dilakukan secara bertahap.Sekarang tidak ada konsep itu lagi.
Dihapus tanpa ada penggantinya,sehingga semuanya tidak karuan, tidak dijamin.
Jadi, kita terlalu memporak-perandakan produk lama yang bagus
4.2. Dampak Korupsi Dalam Kegiatan Bisnis
Dengan adanya
praktek korupsi yang sedang marak terjadi di Indonesia, seperti proses
perizinan usaha sebuah perusahaan yang berbelit-belit dan dengan biaya tinggi
yang tidak pada semestinya dikarenakan ada oknum tertentu dengan sengaja
mengambil sebagian biaya tersebut. Dengan adanya praktek pungutan yang tidak
semestinya, maka hal tersebut, tentunya sangat berdampak pada kegiatan bisnis
dalam suatu perusahaan karena dengan adanya praktek-praktek korupsi oleh
pihak-pihak/oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab ini akan membebankan
perusahaan seperti adanya High Cost sehingga hal tersebut berpengaruh
pula pada harga dari sebuah produk barang atau jasa yang dihasilkan. Hal ini
terjadi karena buruknya mental dan minimnya pemahaman serta kesadaran hukum
pada para pelaku tindak pidana korupsi tersebut. Dan adanya persepsi dari para
pengusaha terjadinya sejumlah kasus korupsi termasuk suap, juga dipicu karena
rumitnya urusan birokrasi yang tidak pro bisnis, sehingga mengakibatkan beban
biaya ekonomi yang tinggi dan inefisiensi waktu.
4.3
Fenomena Sosial
Korupsi dalam Praktik Bisnis
-
Aspek Sosial Politik
Berkaitan dengan
koruhsi yang dilakukan sehubungan dengan kekuasaan yang dimilikinya melalui
aktivitas kegiatan dengan alasan untuk kepentingan politik, banyak elite
politik yang duduk dalam dewan legislatif DPR terlibat korupsi dengan nuansa
bisnis. Contohnya adalah kolusi proyek pembangunan, jasa transportasi fiktif,
perjalanan dinas fiktif, pengadaan barang fiktif, penyimpangan dana APBN,
APBD, mark-up investasi, money politic untuk memperoleh jabatan pemilihan kades/lurah,
pemilihan presiden, gubernur, bupati, walikota. Pemilihan kepala daerah bahkan
sangat kental dengan nuansa korupsi, dengan money
politic, pemberian barang, uang, dan fasilitas. Fenomena sosial
politik dan kekuasaan identik dengan pernyataan sosiolog dan kriminolog Lord
Acton yang menyebutkan "Power Tends to Corrupt, but Absolute Power Corrupts
Absolutely". Artinya, kekuasaan cenderung korupsi, tetapi kekuasaan
yang berlebihan mengakibatkan korupsi yang berlebihan pula. Dalil tersebut
bertumpu pada penyelewengan dan penyalahgunaan kekuasaan. Realitas perilaku
elite politik dewasa ini menunjukkan kebenaran pernyataan itu (Gunawan, 1993:
l5).
-
Aspek Sosial Ekonomi
Kenyataan yang tidak
dapat dimungkiri dan seakan menjadi rahasia umum adalah bahwu perilaku korupsi
dalam praktik bisnis telah begitu menggejala. Peluang para pelaku bisnis di
Indonesia untuk melakukan korupsi begitu terbuka sehingga dapat memengaruhi
kehidupan ekonomi makro, menengah ke bawah, sampai kehidupan ekonomi mikro.
Korupsi yang paling banyak terjadi dalam praktik bisnis contohnya adalah
pengadaan barang dan jasa, yang sekarang telah diatur dengan Kepres No. 80
Tahun 2003. Perilaku korupsi tersebut mencakup suap (bribery) dengan cara
pemberian komisi, order fee, tip untuk pejabat. Bahkan sering
terjadi korupsi transaktif pada sektor ekonomi makro terutama dalam praktik korupsi pada investasi dan
kasus proyek besar misalnya pertambangan, kehutanan, bantuan luar negeri, dan
perpajakan, yang sangat potensial dengan manipulasi, kolusi yang merugikan
perekonomian dan kekayaan negara, serta menyebabkan kecilnya APBN. Bahkan yang
mengejutkan jumlah korupsi Indonesia mencapai Rp 444 triliun,
melebihi APBN tahun 2003 Rp 370 triliun ( Surga Para
Koruptor Jakarta:
Penerbit Buku Kompas hal 145).
-
Aspek Sosial Budaya
Disadari
sementara orang dapat bersekolah atau kuliah karena kolusi, buku-buku pelajaran
dijadikan ajang bisnis. Gaji para guru dan dosen rendah dan sering kali kena potongan.
Ketakberdayaan dalam keterbatasan kesejahteraan ini mendorong para guru mencari
peluang tambahan antara lain dengan korupsi. Selain itu, banyak guru tak jelas
nasibnya, infrastruktur pembangunan pendidikan, terutama gedung sekolah,
banyak yang rusak dan tidak memenuhi standar teknis (spectic, bestec),
sehingga sektor pendidikan menjadi mahal karena nuansa korupsi. Sektor
keagamaan juga tak lepas dari praktik korupsi. Bidang keagamaan, khususnya
bagian pelaksanaan administrasi, merupakan ladang subur munculnya berbagai
pungutan dengan alasan keikhlasan dan amal sedekah untuk kepenringan pribadi
atau orang lain. Tenru saja hal ini adalah tindakan amoral karena tergolong
korupsi (Wintolo, 2004: 11).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindak perdana
yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan negara atau perekonomian
negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang
memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang yang
bukan haknya untuk kepentingannya. Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan
dan kelemahan pemimpin,kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan
rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaan
lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya manusia,
serta struktur ekonomi. Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis,
yaitu bentuk, sifat,dan tujuan. Dampak korupsi dalam bidang bisnis diantaranya akan
membebankan perusahaan seperti adanya High Cost sehingga hal tersebut
berpengaruh pula pada harga dari sebuah produk barang atau jasa yang dihasilkan.
5.2
Saran
Dalam
penulisan ini penulis memberikan saran yaitu perlu adanya peningkatan moral dari tiap individu sehingga
tidak hanya mementingkan kepentingan masing-masing namun juga mempertimbangkan
kepentingan perusahaan dengan segala aspeknya. Peningkatan moral bisa dilakukan
sejak dini dengan pendidikan anti korupsi sejak kecil dan mencoba untuk tidak
melakukan korupsi dalam hal-hal kecil.
DAFTAR PUSTAKA
·
http://id.shvoong.com/social-sciences/political-science/2200042-pengertian-moralitas/#ixzz2oG9HwIyd